Monday 27 May 2013

Bukit Punthuk Setumbu Surga bagi Fotografer

Borobudur diselimuti kabut

Punthuk Setumbu sering disebut sebagai Bukit Nirwana yang mampu menyuguhkan kita pemandangan yang sangat indah sejauh mata memandang,  Punthuk Setumbu juga merupakan surga bagi para fotografer untuk mengambil gambar gagahnya Borobudur dari kejauhan .

                              Sejuknya udara, indahnya pemandangan seluas mata memandang adalah rasa yang saya rasakan ketika berada di Bukit Punthuk Setumbu. Keindahan yang tak terbayangkan menyaksikkan kekuasaan Tuhan di saat matahari menampakkan wujudnya di sebelah timur. Sedikit demi sedikit matahari menampakkan di tengah – tengah Gunung Merapi dan Gunung Merbabu. Sungguh pemandangan yang elok dipandang, selain itu dari bukit ini kita bisa melihat Borobudur yang diselubungi kabut sejuk pagi.

Matahari terbit ditengah Gunung Merapi dan Merbabu
                  Ya, Bukit Punthuk Setumbu adalah bukit yang mampu memberikan pemandangan yang sangat indah terutama bagi fotografer yang mampu mengambil panorama Borobudur dari atas bukit ini. Waktu itu saya memang berniat untuk mengunjungi tempat ini untuk mengabadikan indahnya Borobudur di pagi hari. Bukit ini terletak di sebelah barat Borobudur. Jika teman – teman ingin mengunjungi tempat ini maka bukit ini beralamat di Desa Karangrejo, Kecamatan Borobudur, Kabupaten Magelang. Alangkah lebih bagusnya datang di pagi buta untuk menyaksikkan matahari terbit dari timur dan merasakan sejuknya udara di pagi hari. Untuk memasuki kawasan wisata kita harus membayar tarif masuk area sebesar Rp 15.000,- per orang. Tarif ini akan terbayarkan ketika kita melihat pemandangan yang begitu indah di atas bukit ini. Jangan lupa membawa senter/pencahayaan untuk menerangi jalan ke atas bukit, jaket hangat untuk melindungi dari dinginnya cuaca. Tentunya siapkan stamina dan nyalimu untuk menyaksikkan pemandangan yang sangat indah. 
So cekidot bro …..

Alamat Bukit Punthuk Setumbu

            Setelah merasa puas melihat sun rise di bukit, akhirnya saya dan kawan – kawan memutuskan untuk meninggalkan bukit nan indah ini sekitar pukul 07.00 WIB. Akhirnya semua keringat terbayarkan sudah dengan menikmati indahnya pemandangan di Punthuk Setumbu.   


Eloknya matahari terbit

Thursday 23 May 2013

Launching Buku “Simplex Nganggo Berko”



 
simbolisasi pemberian buku oleh Bapak GP. Sindhunata, SJ
Kota Baru, Yogyakarta – Kamis, 23 Mei 2013 telah diadakan Launching Buku “Simplex Nganggo Berko” yang bertempat di halaman depan Bentara Budaya, Kota Baru, Yogyakarta. Acara dimulai dari pukul 19.00 WIB yang dimeriahkan oleh Keroncong Idol serta diberikan buku gratis untuk peserta yang hadir.

Kroncong pengisi acara

                Sebelum launching buku sebenarnya telah sukses diselenggarakan juga pameran Simplex Nganggo Berko pada tanggal 2 – 13 April 2013 bertempat di tempat yang sama. Dalam pammeran tersebut ditampilkan pagelaran gending dolanan dan di dalam ruangan pamer dihadirkan karya seni berupa lukisan, poster dan patung perupa seperti Melodia, Susilo Budi Purwano, Slamet Riadai dan beberapa foto karya Dwi Oblo dan Arief Sukardono. Melodia melukiskan tentang situasi alam persawahan yang menjadi latar belakang Simplex yang dilukisnya. Selain itu ada beberapa sepeda Simplex seperti Simplex Neo, Simplex Cycloide, Simplex Pastur dan lain sebagainya. Tentunya selain sepeda juga dilengkapi berko atau lampunya sebagai daya tarik khas.
                Dalam acara launching tersebut juga dihadiri Bapak GP. Sindhunata, SJ selaku tim kerja buku ini. Selain itu juga dimeriahkan oleh beberapa komunitas sepeda onthel seperti Pojok. Peserta yang dating bukan hanya dari Yogyakarta namun juga ada yang berasal dari komunitas onthel Kutoarjo yang bernama Pagebloek (Paguyuban Gemblung Onthel Kutoarjo). “Datang karena sangat mengapresiasi buku yang dilaunching dan karena kebanyakan dari komunitas kami memakai pit onthel merk Simplex” ujar Kanda salah satu anggota Pagebloek.

Komunitas Pagebloek berfoto bersama dengan peserta yang hadir

                Judul buku ini diambil dari gending yang berjudul “ Kring – Kring “ karangan empu gending Raden Cajetanus Hardjasoebrata (1905 – 1986) yang bedomisili di Gondomanan Yogyakarta. Berikut teks gending :
Kring kring gumaguse
Nunggang pit kring den Baguse
Mentas saka tokoMerk Simplex nganggo berko
Simplex nganggo berko
Simplex nganggo berko
Aja menga – mengo
Aja menga – mengo
Yen nabrak angkring saoto
Jika kita simak teks gending tersebut menceritakan seorang raden atau orang kaya yang baru saja membeli sepeda dari toko yang bermerk Simplex memakai berko. Janganlah bersombong diri dan jangan tengok kanan – kiri karena bias saoto alias jatuh tersungkur.


Tuesday 21 May 2013

Utamakan Tujuan Keduakan Keselamatan


                


Pinggiran Kali Code – Seorang wanita tua terlihat pelan – pelan turun menyusuri tangga, tangannya terlihat berpegangan  pinggiran semen yang tidak menjamin keselamatannya bisa saja jatuh dan mudah tergelincir jika hujan.

                     Untuk melakukan aktifitas sehari – hari tentunya Warga Pinggiran Kali Code harus melalui tangga tanpa pegangan yang penuh dengan bahaya ini. Mau tidak mau mereka harus melewati tangga ini karena hanya terdapat satu tangga. Jika hujan turun pastinya akan lebih berbahaya dan lebih licin karena tangga tanpa dilengkapi pegangan di sampingnya untuk menjamin keselamatan dan berpegangan jika akan naik maupun turun.
                        Seharusnya peran pemerintah di sini harus dapat diandalkan bukan hanya iming – iming di saat kampanye. Pelayanan masyarakat secara penuh juga turut menjadi tuntutan rakyat demi kesejahteraan. Harapannya pemerintah selanjutnya mampu memberi perhatian untuk melengkapi fasilitas yang kurang seperti gambar di atas, contoh kecilnya member pegangan besi di sepanjang tangga demi keselamatan semua warga yang tinggal di sekitar.      
                     Foto ini saya ambil dengan alasan agar semua pembaca bisa mengetahui betapa minimnya fasilitas di sekitar Kali Code. Seharusnya hal ini tidak terjadi karena untuk membangun tangga harus diperhatikan agar diberi pegangan agar menjaga keselamatan warga yang melintasinya. Semoga suara rakyat ini didengar sehingga Warga Pinggiran Kali Code bisa “Mengutamakan keselamatan dari pada tujuan semata”.

Menariknya Workshop Visualisasi Kreatif Foto Jurnalistik


 Minggu, 19 Mei 2013

Dari kiri ke kanan : Yuyung Abdi (foto jurnalis senior Jawa Pos) ; Kristupa Saragih  (pendiri Fotografer.net)


Yogyakarta : Telah sukses terselenggaranya Workshop “Visualisasi Kreatif Foto Jurnalistik” pada tanggal 19 Mei 2013 bertempat di Hotel Santika Premiere Yogyakarta bersama Yuyung Andi (foto jurnalis senior Jawa Pos) yang diadakan oleh Fotgrafer.net. Dalam workshop ini Yogyakarta dinobatkan menjadi Ibukota Fotografi se – Indonesia dikarenakan banyaknya aktifitas fotografi di tempat ini.

                     Mengusung tema tentang jurnalistik workshop yang diadakan oleh Fotografer.net ini lebih menarik dari pada yang lain, karena untuk menghasilkan foto jurnalistik yang menarik harus disertakan unsur kreatif agar lebih menarik dari segi foto dan informasinya. Dalam workshop ini Yuyung Abdi beranggapan bahwa foto jurnalistik alangkah lebih baiknya memiliki unsur pictorial/seni dengan komposisi, warna, cahaya maupun elemen lain yang dikemas menjadi satu dengan kekreatifan individu yang beragam. Oleh karena itu foto jurnalistik nantinya yang dihasilkan akan lebih menarik dan enak dipandang dibanding dengan foto jurnalistik biasa. Selain itu untuk mengambil foto jurnalistik juga butuh perhitungan keselamatan, keberanian maupun pendekatan dengan objek. Jika semua elemen – elemen tersebut mampu kita kuasai maka pasti kita akan mampu menghasilkan foto jurnalistik yang menarik mengandung informasi dan beberapa elemen yang enak dipandang.
                     Bukan hanya teori saja, workshop kali ini juga terdapat sesi praktek alias mempraktekkan teori yang sudah disampaikan. Untuk memudahkan pengawasan maka panitia membagi peserta ke dalam dua kelompok berdasarkan warna pita. Pita biru diarahkan sesi pemotretan di sekeliling Tugu Yogyakarta sedangkan peserta yang memakai pita kuning di daerah pinggiran Kali Code. Setelah sesi pemotretan selesei maka setiap peserta berhak mengumpulkan hasil fotonya yang akan dinilai oleh Bang Yuyung Abdi selaku pembicara dalam workshop itu. Sepanjang acara berjalan peserta sangat antusias mengikuti jalannya acara ke depan diharapkan sering diadakan workshop fotografi guna memajukan perkembangan fotografi di Indonesia. Salam jepret bagi pembaca!
Sesi hunting peserta
Sekitar lokasi hunting peserta




                     

Friday 10 May 2013

Hanung Bramantyo Kini Garap Film 'Soekarno'

Kiri ke kanan ; Hanung Bramantyo (sutradara) ; Pemain Tjokroaminoto

Setelah sukses memfilmkan Sang Pencerah yang menceritakan tentang Ahmad Dahlan, kini Hanung Bramantyo memiliki ide untuk memfilmkan lagi salah satu pahlawan Indonesia yaitu Soekarno. Film ini nantinya akan diberi judul Indonesia Merdeka!.
Ya, memang judul ini sangat tepat untuk memfilmkan Tokoh Soekarno yang mampu membawa Indonesia menuju Merdeka. Terlihat foto Hanung Bramantyo sang sutradara sedang mengarahkan pemeran Tjokroaminoto di saat syuting. Untuk pengambilan setting tempat film ini sebagian besar di ambil di Yogyakarta. Agak berbeda dengan menggarap film Sang Pencerah, untuk film ini Hanung harus melakukan ritual guna kelancaran film. Hanung semula tidak mau melakukan ritual karena tidak percaya. Namun akhirnya melakukan ritual juga karena pernah tiga hari berturut- turut saat akan memulai syuting diguyur hujan yang tidak henti - henti.
Karya Hanung patut kita apresiasi karena mengangkat tema pahlawan. Mungkin maksud dari sutradara untuk memfilmkan lagi para pahlawan dengan maksud menghargai jasa mereka karena Bangsa yang Besar Adalah Bangsa yang Menghargai Sejarah dan tentunya juga "Para Pahlawan". 


Ayo Mainkan Layanganmu Lagi


Musim kemarau sudah tiba. Hamparan sawah pun mulai dipanen padinya, seolah menjadi lapangan yang luas bagi anak - anak yang ingin memainkan layang - layang seperti gambar di atas dua anak yang sedang memainkan layangan mereka walaupun layangan yang tidak terlihat namun gerakan mereka sudah bisa menunjukkan sedang permainan tersebut.
Permainan ini termasuk permainan tradisional, namun disayangkan. Saat ini sawah - sawah mulai berkurang menjadi beton - beton perumahan yang semakin hari semakin bertambah. Setidaknya pengembangan perumahan harus dibatasi, jangan sampai kelak anak kita tidak memiliki tempat untuk memainkan layangan mereka karena layangan juga salah satu budaya yang harus dilestarikan. Ayo mainkan layanganmu lagi !